Monday, March 15, 2021

Mixer vs Breadmaker, pilih yang mana?


Hello semuanyaaa.... iya semuanyaaa...siapa aja deh yang masih baca blog...hehehehe

Kangen juga pengen nge-blog. Apalagi tahun ini aku mulai nyantai, sering banget bertegur sapa dengan teman-teman yang hadir melalui dunia baking, walaupun hanya via sosmed, baik melalui Facebook atau Instagram. Well, kali ini alasannya gak cuma karena jarak, toh waktu aku di Jakarta lama desember lalu aku juga gak sempat sowan ke markas NCC bertemu bu Fat tersayang. Ini semua untuk kebaikan bersama selama pandemi Covid ini. Duuh...rindu banget ya sama kehidupan yang dulu, pra-covid. Bisa bebas kemana-mana dan bertemu dengan semua. Tapi life goes on, lebih baik menyesuaikan dengan keadaan daripada malah menangung resiko yang gak tanggung-tanggung. Semoga lekas berlalu ya wabah ini dan semoga kita semua selalu sehat, bahagia dan panjang umur ya. Amiin...

Nah, karena sering bertegur sapa dan hai hai, aku jadi kangen sama blog ku. Apalagi beberapa nanya kenapa gak pernah update lagi. Koq rasanya lebih asik jaman milis dan nge-blog dulu ya. Sekarang milis yang dulu dimana aku sering nyeletuk-nyeletuk, udah berubah jadi grup facebook, lha aku malah gak begitu semangat buat aktif. Paling jadi pembaca pasif ajalah. Sambil sesekali nongol. Aku juga punya chanel youtube waktu Ava anakku lagi semangat pengen punya chanel youtube sendiri. Kita sempat bikin cookies bareng. Tetap aja didepan kamera, aku agak kesulitan menjelaskan dan ntah kenapa aku juga malas cerita panjang....nah, bukan gue donk kalo gak cerita panjang-panjang...hahahaha...

Seperti aku katakan diawal tadi, karena sekarang punya banyak waktu di rumah, sesuai janjiku pada diriku sendiri bahwa aku akan fokus kepada keluarga, terutama anak-anakku. Aku mulai santai menemani putriku sekolah online, dan aku juga jadi lebih rajin di dapur, karena alhamdulillah, kedua anakku sering order makanan buatanku, seperti macaron, cupcakes, pudding, pretzel, telur crispy, ayam goreng...dll....banyak deeeh... kadang mereka membawa makanan dari game atau youtube yang mereka lihat dan memintaku untuk membuatnya. Aku suka aja mewujudkan permintaan mereka selagi bisa. Bahagianya itu lho melihat mereka berseri-seri melihat pesanannya ada di meja. belum lagi kalo ada yang datang, mereka akan pamer sambil bilang "Ini buatan Mama"....pleeessshhh...hatiku langsung melted rasanya...huhuhuhu..

Anyway, kali ini aku akan posting yang sedikit beda. Aku akan cerita tentang kitchen gadgetku yang numpuk dilemari. Beberapa peralatan dapur yang aku punya cuma beli doank, biasanya ikut-ikutan trend aja atau terasa masuk diakal pada saat itu. Jadinya jarang pake atau malah gak pernah dipake sama sekali. Ngebetnya pas beli, akhirnya cuma mejeng doank jadi pajangan. Akhir-akhir ini aku suka nyoba satu per satu, sambil aku pertimbangkan untuk disimpan atau saatnya dihibahkan ke orang lain. Seperti panci presto Fissler yang aku coba pertama kali beberapa hari lalu setelah dibeli 4 tahun yang lalu...hehehehe... ternyata setelah di coba, aku suka. Walaupun masih perlu kenalan dan perlu mengejar ketinggalan dari mak-mak lain yang sudah ber-presto ria dari tahun jebot. Tapi itu nanti deh, karena masakannya kemarin kurang sip. 

Jadi kali ini aku mau cerita tentang Breadmaker yang pertama kali baru aku coba pagi tadi. Dulu aku pernah cerita tentang Blue Sky Breadmaker disini. Nah, kali ini aku mau cerita tentang breadmakerku yang satu lagi, tapi gak sekedar soal breadmaker aja, namun dibandingkan dengan membuat roti tanpa breadmaker. Selama mencoba kemarin, aku jadi mikir apa sih poinnya punya breadmaker dibandingkan dengan peralatan baking lain yang malah fungsinya bisa lebih banyak daripada breadmaker. Gak tau deh post yang ini masuk kategori yang mana...pokoknya postingan suka-suka bangetlaah.


Breadmaker yang satu ini merknya Palsonic Model PAB-3600. Aku dapatnya 10 tahun yang lalu waktu beres-beres gudang sama si Mas yang baru jadi suamiku. Ceritanya bisa dibaca disini. Saat itu si Mas ketemu breadmaker yang masih didalam kardusnya. Tentu saja kardusnya udah hampir hancur dimakan rayap. Sama si Mas, bread makernya dikeluarkan, dibersihkan, dan disimpat di lemari alat dapurku yang baru. Gak pernah dicoba, cuma disimpan. Jadi cuma beda lokasi penyimpanan aja...hahahaha...

Sampai hari ini, 10 tahun kemudian, aku nekat mencoba breadmaker yang paling tidak sudah berusia 25 tahun atau lebih, warnanya sampai kekuningan. Breadmaker ini oleh-oleh dari almarhum abangku, bang Sadat untuk almarhumah Ibuku saat beliau pulang libur sekolah di Australia. Alhamdulillah, buku manualnya masih tersedia online dan langsung aku print. Kalau lihat dari buku manualnya, sepertinya breadmaker ini hanya tersedia di Australia atau New Zealand. Aku bisa saja salah ya. 

Aku memilih untuk membuat roti manis isi. Kebetulan aku punya stok tepung komachi. Jadi aku hanya pakai opsi "dough". Yaitu mengadon adonan dan mengembangkan tanpa memanggang. Ada 11 pilihan yang tersedia. Mulai dari roti yang berkulit terang atau gelap, roti manis, whole wheat sampai quick bread. Untuk opsi dough, aku cukup memasukkan semua bahan ke wadahnya. lalu tekan tombol. Mesin akan bekerja selama 1,5 jam. Hingga menjadi adonan yang kalis dan mengembang. Lalu aku  tinggal keluarkan, menimbang adonan, memberi isi, bulatkan, panggang di oven. Hasilnya roti yang menurutku lembut dan enak. Bisa dikatakan sukses!

Aku beruntung karena pernah membuat roti dengan breadmaker sebelumnya. Prosedur dan cara penggunaannya sama seperti breadmaker pada umumnya. Dengan menggunakan daya 500 watt, aku juga merasa itu standarlah seperti breadmaker lainnya (disatu sisi lebih rendah dari breadmaker Blue Sky yang menggunakan 600 watt). Memang bodinya sebagian besar terbuat dari plastik, tapi bentuknya lumayan banget, mirip seperti breadmaker merk terkenal. Jauh lebih baik dari Blue Sky yang keliatannya lebih mirip termos dari pada breadmaker.

Trus, lebih enak mana, bikin roti dengan breadmaker atau manual aja dengan mikser??

Terus terang buat orang yang tidak begitu menguasai dunia per-roti-an, aku suka banget pake breadmaker, apalagi buat roti yang jumlahnya gak banyak. Baru kali ini aku bikin roti namun dapurku tetap terlihat bersih. Jelas bersih karena semua bahan tinggal dimasukkan kedalam wadah. Tekan tombol lalu berjalan dengan sendirinya.  Biasanya kalau pake mikser, walaupun udah stand mikser yang besar, tetap aja tepung dimana-mana. Trus aku juga gak perlu menerka-nerka, sudah kalis atau belum, sudah window pane apa belum. Kali ini, setelah semua bahan dimasukkan dan tombol ditekan, satu-satunya yang harus aku lakukan cuma menunggu sampai mesin mengeluarkan bunyi beep 3 kali. Then I am done. Selesai deeh...

Tapi apa penting punya breadmaker?

Gak juga. Soalnya jangankan dengan stand mikser, diuleni dengan tangan saja, toh adonan tetap jadi. Roti tetap lembut dan enak. Ini hanya masalah kepraktisan saja. Selain kapasitas wadahnya terbatas, kemampuannyapun terbatas, gak bisa bikin dalam jumlah banyak dan toh tetap saja kalau mau bentuk lain harus dipanggang dengan oven biasa. Trus bisa dipertimbangkan pemanfaatan waktunya. Bayangkan saja kalau 3 jam waktu yang dihabiskan untuk membuat roti tawar atau loaf, kita hanya bisa menghasilkan 1 roti saja.


Apalagi kelebihannya?

Naah...tadi aku juga mikir begitu, buat apa pake breadmaker kalau sebenarnaya gak penting juga. Menurut manualnya (karena aku blom coba), ada opsi untuk mengatur pemanggangan dengan TIMER. Misalnya kita ingin ada roti tawar hangat jam 6 pagi besok, malam ini semua bahan bisa dimasukkan lalu kita tinggal DELAY atau menunda pemanggangan dengan menggunakan timer. Kita bisa masukkan bahan jam 8 malam dan  pasang timer selama 9 jam. Maka mesin akan mengatur pada jam 6 pagi nanti akan ada roti hangat yang sudah jadi. Seru kan? 

Bagaimana wattnya?

Sebagaimana aku katakan tadi, 500 watt termasuk sendanglah. Hampir rata-rata breadmaker kisaran segitu. Ada breadmaker yang menuliskan wattnya hanya 400-an watt, tapi setelah di cek ternyata 495 watt... gak jauh beda kan?? jadi kalau watt benar-benar jadi pertimbangan, maka saat beli, lebih baik pastikan dulu wattnya. Gak lucu juga kan kalo udah beli ternyata watt dirumah gak cukup.

Naaah...itu aja deh postinganku tetang feelingku soal breadmaker. Mudah-mudahan bisa jadi bahan pertimbangan buat yang mau beli breadmaker, merk apa saja. Tinggal sesuaikan dengan budget dan kelebihan masing-masing mesin. Misalnya, ntah karena aku belum lengkap baca manual sampai habis (mungkin aku gak baca), breadmaker Palsonic ini tidak ada tombol "Bake" yang biasanya bisa buat memanggang roti (dalam bentuk roti loaf tentu saja, seperti wadahnya). Jadi kalau punyaku ini kalau pakai opsi "dough" dan sudah jadi adonan, alat dimatikan, adonan dikeluarkan, satu-satunya pilihan adonan harus dipanggang di oven. Ada breadmaker merk lain yang bisa dimasukkan lagi kewadah setelah adonan dikeluarkan dan diberi isi, tinggal tekan "Bake" atau panggang langsung, tanpa harus mengulang lagi proses dari awal. Sekali lagi aku bisa salah, karena aku belum mencoba semua opsi yang ada dalam breadmaker ini, bisa saja aku salah karena belum lengkap baca manualnya.



Gitu deh cerita super panjangku soal Breadmaker yang sekarang jadi pilihanku untuk bikin rerotian. Tapi kalau disuruh pilih punya standmixer dulu atau breadmaker? maka aku pilih stand mixer saja. Karena bisa digunakan untuk yang lain, termasuk untuk mengadon roti. Kalau memang suka bikin roti untuk keluarga (paling banyak pake terigu sekitar 500-700 gr total), dan sudah punya stand mixer, maka silahkan beli breadmaker. Tapi kalau suka banget bikin roti, sudah punya mikser biasa dan blom cukup tabungannya buat beli stand mixer yang bagus, silahkan beli bread maker. Asalkan memang suka bikin roti ya. Harga breadmaker dipasaran macam-macam, dari yang murah sampai yang mahal. pada dasarnya fungsinya sama saja. 

Anyway, semoga membantu yaaa....


No comments:

Post a Comment